Saturday, October 15, 2011

Guru Sebagai Pembunuh Generasi Penerus Bangsa?

Posted by wahyu cahyani at 8:41 AM

Rangkuman :
Guru merupakan agen perubahan bagi bangsa ini. Sudahkah guru benar-benar menjadi seorang pendidik? Ataukah itu semua hanya kamuflase belaka? Tujuan penulisan esai ini adalah untuk memberikan paradigma baru kepada pembaca tentang kondisi pendidikan di masa kini. Ternyata masih banyak guru yang berperan sebagai seorang pembunuh. Dalam arti, pembunuh kreatifitas dan kemampuan siswa yang sebenarnya dapat berkembang secara optimal.
Kita harus bergegas berbenah untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya dengan menerapkan pembelajaran kontekstual di setiap sekolah. Hal tersebut akan efektif jika kita menyadari kecerdasan masing-masing anak. Guru akan lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kelebihannya. Sehingga guru dapat mengurangi dominasinya dalam kelas. Mengenali karakter siswa serta memberi mereka lebih banyak ruang untuk belajar, secara tidak langsung akan melatih pola pikir mereka tentang suatu hal.
Perubahan dimulai dari sebuah pola pikir. Untuk membuat Indonesia lebih baik adalah memulainya dari pikiran yang baik. Pikiran yang baik dapat tercipta dari pribadi-pribadi yang terdidik, penuh optimisme, dan bukan sekedar memiliki mental biasa. Dari seorang guru inilah kunci dari segala perubahan di negeri ini.



            Apa yang terbersit dalam pikiran kita tentang guru? Adakah kenangan buruk yang selalu kita ingat dari sosok seorang guru? Ataukah peristiwa yang indah dan menyenangkan? Dalam bahasa Jawa,guru adalah orang yang digugu(dipatuhi) dan ditiru. Sudahkah semua guru patut untuk dijadikan teladan? Apa yang sebenarnya terjadi dalam pendidikan di negeri ini?
            Guru adalah salah satu profesi yang berat. Berat, karena memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Generasi penerus bangsa akan bergantung pada tangan seorang guru. Itulah sebabnya guru biasa kita sebut sebagai agen perubahan. Lebih tepatnya agen perubahan bangsa menjadi lebih baik dan berkualitas. Gagasan ini seharusnya menjadi bagian hakiki seorang guru. Mempromosikan hal ini tidaklah mudah. Misalnya : Guru lebih merasa nyaman duduk di depan kelas daripada mempersiapkan berbagai alat peraga. Pendidik tunas bangsa ini mempunyai peran yang sangat kompleks. Seorang guru adalah pengajar saat ia memberikan materi pelajaran sekaligus sebagai manajer kelas. Di samping itu, ia adalah sang motivator untuk anak didiknya. Sungguh, apa yang telah mereka berikan adalah semata-mata demi kebaikan anak-anak bangsa ini. Bahkan, seorang guru adalah aktris yang paling baik. Dalam arti, apapun masalah yang sedang dihadapi, seorang guru tidak akan menunjukkannya secara berlebihan.
            Guru di era modern seperti saat ini masih sangat memprihatinkan. Bisa jadi, guru adalah seorang pembunuh. Pembunuh bagi generasi muda yang kelak akan meneruskan kepemimpinan bangsa ini. Aneh? Memang. Mengapa bisa disebut sebagai pembunuh? Bagaimana bisa seorang guru yang besar jasanya melakukan tindakan kriminal seperti itu?
            Apakahguru itu rajin masuk ke sekolah?  Berdasarkan survei yang dilakukan untuk Laporan Pembangunan Dunia, 20% tenaga pengajar Indonesia tidak masuk sekolah pada saat dilakukan pengecekan di sekolah-sekolah yang terpilih secara random. Jadi,  terdapat 20% dari dana yang digunakan untuk membiayai tenaga pengajar tidak memberikan manfaat secara langsung kepada murid, karena ternyata tenaga pengajar tersebut tidak berada di kelas. Kinerja guru yang seperti itu masih jauh dari yang diharapkan. Korupsi waktu dan ketidakdisiplinan akan memunculkan masalah besar. Sejatinya, hal-hal sepele akan memberikan pengaruh bagi hal-hal yang lebih besar.
            Bagaimana proses belajar mengajar yang dilakukan guru? Faktanya adalah proses belajar-mengajar di sekolah kerap membosankan dan tidak menyenangkan karena guru yang terlalu dominan di ruang kelas. Siswa kurang diberi ruang dan kesempatan untuk berkreasi dan mengekspresikan pendapat yang berbeda. Inilah yang kini telah menjadi budaya. Pahlawan Tanpa Tanda Jasa adalah sosok yang dapat mengubah dan menciptakan budaya baru yang lebih baik. Dari pengalaman, kita juga tahu bahwa kurangnya komunikasi antara guru dan siswa dapat menyebabkan kesalahpahaman dan terjalinnya relasi yang buruk. Anekdot dari sebuah daerah di kawasan timur Indonesia yang masih dilanda konflik berikut ini adalah sebuah contoh.
Deni, seorang murid SD di sebuah desa, suatu hari pulang sekolah sambil menangis. Bapaknya, yang keheranan, bertanya kepada dia, "Deni, mengapa kamu menangis?". “
“Itu, Bapa Guru ada kasih pukul saya," jawab Deni. Si bapak dengan gusar pergi ke sekolah dan bertanya kepada guru, "Mengapa Bapa Guru kasih pukul anak saya?" Guru pun menjawab, "Saya marah karena waktu saya tanyakan siapakah penanda tangan teks proklamasi kemerdekaan, semua murid diam tak menjawab. Saya tanya sekali lagi, semua murid masih diam tak ada yang menjawab. Akhirnya saya bertanya kepada Deni. Tapi Deni malah bilang, 'Yang tanda tangan bukan saya, Bapa!' Itu mengapa saya kasih pukul dia!"
Setelah mendengar penjelasan sang guru, akhirnya sang bapak pun paham dan bergegas pulang. Tak lama kemudian, dia kembali ke sekolah bersama Deni, yang tampak makin berurai air mata. Sambil menjewer telinga Deni, si bapak menghadap sang guru dan berkata, "Bapa Guru, ini Deni. Saya sudah pukul dia. Sekarang dia sudah mengaku kalau dia yang tanda tangani itu teks proklamasi."
            Pembunuh. Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan sebagian besar guru di Indonesia saat ini. Pembunuh karakter, pembunuh kreatifitas, dan yang lebih parah lagi adalah pembunuh kemampuan serta kecerdasan siswa. Sungguh, realita yang ada di sekitar kita. Dekat, namun tidak terjangkau oleh pikiran kita. Kita seakan tidak sadar ataukah tidak ingin membuka mata terhadap masalah sekecil itu?
            Apakah kita mungkin dapat berharap anak-anak kita akan aktif, kreatif, dan mampu berkontribusi kepada perkembangan Indonesia dengan Pembelajaran-Pasif? Itu sama saja melakukan tindakan bodoh dan tidak masuk akal. Membuat prioritas pendidikan adalah salah satu kuncinya. Prioritas-prioritas yang bisa kita lakukan antara lain :
1. Memperbaiki semua sekolah yang rusak supaya sesuai dengan standar nasional, lengkap dengan sarana/prasarana sehingga aman, nyaman, dan kondusif untuk semua pelajar. Data menunjukkan, sebanyak 20,97 persen ruang kelas SD rusak, sedangkan SMP sekitar 20,06 persen. Sampai 2011 ini ruang kelas SD yang rusak terdata 187.855 ruang dari total 895.761 ruang kelas. Di tingkat SMP ada 39.554 ruang rusak dari 192.029 ruang kelas yang ada.

2.Mengimplementasikan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) di semua sekolah supaya standar pembelajaran kita sesuai dan kompetitif dengan negara lain. Kapan kita akan menghadapi isu-isu yang terbukti meningkatkan mutu pendidikan? Pendidikan yang terbaik adalah: Pendidikan berbasis guru yang mampu dan sejahtera, di sekolah yang bermutu, dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi.
3.Menggunakan "Appropriate Technology” atau teknologi yang sesuai dan sudah ada di semua sekolah. Teknologi yang terbaik, terjangkau, dan dapat meningkatkan kreativitas siswa-siswi maupun kreativitas guru. Hal ini tergantung dari sumber yang ada di masing-masing daerah. Daerah yang satu memiliki sumber daya yang berbeda dengan daerah yang lain.
4.Meningkatkan profesionalisme dan tanggung jawab guru untuk meningkatkan ilmu dan kemampuan mengajar sendiri, seperti guru profesional di negara lain. Mengingat guru adalah pelaksana pendidikan.
5. Melaksanakan "Metodologi Pembelajaran-Aktif dan Kontekstual" sesuai denganstandar dunia pada saat ini sehingga kita dapat bersaing dengan negara-negara lainnya.
            Masih banyak cara lagi yang bisa kita lakukan. Kita dapat pula meniru cara seorang guru dalam mendidik siswanya melalui etika hidup yang benar.Salah satu sekolah di Seoul ini memiliki cara unik untuk belajar bagi murid-muridnya.Unik karena sistem pembelajaran lebih menekankan cara tradisional dan pendidikan moral serta etika. Pelajaran yang paling penting adalah mengajarkan siswanya cara menjalani hidup dengan benar melalui pengajaran konfusianisme. Lebih menekankan nilai berbakti, menghormati orangtua, dan tanggung jawab sosial.
            Cara yang baru-baru ini mulai dikembangkan adalah Model Pembelajaran Multiple Intelligencess atau Kecerdasan Majemuk. Teori yang dikemukakan oleh Howard Gardner ini menggugah dunia pendidikan. Kecerdasan seseorang saat ini lebih kompleks dan berbeda. Semua orang memiliki potensi dalam berbagai bidang. Akan tetapi, seseorang hanya akan memiliki beberapa bakat yang menonjol. Dari bakat-bakat yang menonjol tersebut, hanya sedikit yang akan menjadi sebuah hobi. Dengan melakukan hobi secara terus menerus maka hal itu akan menjadi sebuah kebiasaan. Kecerdasan dapat berkembang secara optimal apabila kita memberikan stimulus secara dinamis. Kecerdasan yang tinggi akan menjadikannya sebuah profesi.
            Lalu apa hubungan antara pembelajaran kontekstual dengan kecerdasan seseorang? Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang disesuaikan dengan lingkungan dan sumber daya yang ada. Dengan memaksimalkan hal tersebut, maka siswa dapat belajar dengan lebih mudah. Berlatih dan belajar lebih banyak akan mengasah kecerdasan seseorang. Memanfaatkan apa yang ada dan menyampaikannya secara kreatif akan meningkatkan minat belajar siswa.
Guru seakan tidak mau repot. Lebih mudah menggunakan metode ceramah yang murah meriah. Hasilnya? Siswa hanya akan belajar mendengar dan menghafal. Pola pikir siswa juga tidak akan berkembang. Pantas saja, terkadang banyak orang yang lebih mementingkan hasil daripada proses. Sebagai analogi, saat kita melihat kue yang sudah jadi lalu kita memakannya. Rasanya sangat enak. Sedangkan kita tidak mengetahui proses pembuatannya.Ketika suatu saat kita ingin membuat kue seperti itu, kita tidak akan bisa membuatnya. Berbeda jika kita mengetahui dan memahami bagaimana proses pembuatan kue tersebut. Sudah bisa dipastikan bahwa kita akan dapat membuatnya lagi. Pembelajaran yang hanya menyuguhkan hasil tanpa melalui proses yang baik jelas akan memberikan dampak yang buruk bagi cara pandang siswa. Faktanya, guru terkadang menjelma sebagai monster yang mengerikan bagi anak-anak. Siswa diajarkan diajarkan materi yang jauh melebihi kemampuan nalarnya. Secara akademis, mereka bagus. Namun, begitu disuruh melakukan praktek, mereka kelabakan. Seperti sebuah adegan dari film 3 Idiots, hanya Rancho yang mempraktekkan air garam sebagai elektrolit dengan cara menyetrum seniornya yang kencing di depan pintunya dengan sebuah sendok. Semua orang tahu kalau air garam adalah elektrolit, tapi tidak semua orang bisa mempraktekkan kegunaannya.
Orang Amerika berbeda lagi. Mereka memiliki rasa ingin tahu dan sikap ilmiah yang cukup tinggi. Sistem pendidikan berbasis pada learning by doing atau “belajar dengan cara melakukan”. Jika anda berkunjung ke sekolah Amerika, biasanya pada pelajaran sains, lab pasti ramai. Selain itu, di beberapa sekolah, terdapat kewajiban kerja amal. Ini melatih soft skill siswa untuk hidup di masyarakat. Sebagai perbandingan, dalam kurikulum Amerika tidak dikenal adanya “Pendidikan Agama” ataupun “Budi Pekerti” atau “Pendidikan Anti-Korupsi”. Tapi apakah itu berarti mereka tidak punya moral dan akhlak? Salah Besar! Di Indonesia, kita hanya mempelajari teori budi pekerti, bukan mempraktekkan, sedang orang Amerika sudah belajar etika dari masyarakat sejak kecil.
Ketika seorang siswa tidak bisa mengerjakan tugasnya, terkadang ada guru yang melakukan kekerasan fisik ataupun psikis. Sungguh mengherankan, di era modern seperti sekarang ini masih terdapat tindakan guru yang sangat primitif seperti itu. Gagasan ini diperkuat dengan adanya hasil survei yang dilakukan Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2011 menunjukkan semakin tinggi kasus kekerasan di sekolah. Perasaan tidak puas para siswa terhadap situasi kehidupan di sekolah juga tinggi. Di luar itu, ditemukan masalah kesehatan mental dan psikososial dalam tingkat sedang dari sepertiga responden. Sebanyak 15,3 persen siswa SD, 18 persen siswa SMP dan 16 persen siswa SMA mengaku sering mendapat perlakuan tindak kekerasan di sekolah. Pelaku kekerasan di sekolah dilakukan oleh guru 14,7 persen dan sesama teman di sekolah 35,3 persen.
Siswa di Indonesia kurang memiliki kebebasan dalam memilih apa yang mereka sukai. Hal ini mengakibatkan rendahnya rasa percaya diri, kurangnya motivasi, dan terpendamnya bakat-bakat berharga yang ada. Bukankah mereka memiliki hak untuk berkembang? Siswa juga manusia yang sudah selayaknya diperlakukan sebagai manusia. Dengan memanusiakan manusia maka generasi penerus bangsa diharapkan dapat semakin memahami akan jati dirinya, untuk selanjutnya memimpin negeri ini mencapai cita-citanya.
            Harapannya adalah guru dapat mengembangkan serta memperkaya diri dengan berbagai macam strategi pembelajaran. Pengurangan dominasi guru di kelas akan meningkatkan keefektifan belajar siswa. Siswa akan semakin aktif dan kreatif. Hal itu akan lebih mengoptimalkan kemampuan dan kecerdasan masing-masing anak. Penting untuk kita sadari bahwa setiap anak memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing. Jadi, mengenali karakter generasi penerus bangsa sangat penting untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi.  Apabila pembelajaran aktif sudah tercipta, masihkah guru disebut sebagai seorang pembunuh?

Armstrong, T. 1994. Multiple Intelligences in the Classroom.Alex­andria, VA: Association for Supervision and Cur­riculum Development.
Koesoema, Doni  A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. PT Grasindo:Jakarta
kappa.binus.ac.id.(diunduh pada tanggal 22 September 2011 jam 22:29)
KOMPAS.com(diunduh pada tanggal 22 September 2011 jam 22:25)
http://majalah.tempointeraktif.com (diunduh pada tanggal 22 September 2011 jam 22:19)

http://pendidikan.net/ (diunduh pada tanggal 22 September 2011 jam 22:20)
http://www.detiknews.com(diunduh pada tanggal 24 September 2011 jam 21:29)

1 comments on "Guru Sebagai Pembunuh Generasi Penerus Bangsa?"

kak zepe on October 15, 2011 at 1:42 PM said...

Hai… Salam kenal…
Artikel anda sangat menarik..Blognya juga kerena
Saya sangat salut karena anda peduli pada dunia anak-anak…
Saya juga punya sebuah blog yang berisi kumpulan lagu anak, dongeng anak, parenting tips, dan segala yang berhubungan dengan anak-anak…
Kunjungi blog saya di http://lagu2anak.blogspot.com
Bila berkenan mari bertukar link..

Terima kasih

Post a Comment

 

keep smile n full spirit ^ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting