Sunday, August 26, 2012

Kaum Muda di Era Globalisasi Jarang Adorasi ?

Posted by wahyu cahyani at 8:39 AM
               Apa yang terbersit dalam pikiran kita tentang kaum muda? Energik, penuh semangat dan memiliki kreativitas yang tinggi. Dalam hidup menggereja, kaum muda juga ikut ambil bagian didalamnya. Doa taize merupakan salah satu cara beradorasi yang sering dilakukan kaum muda. Pertanyaan yang kini muncul adalah apakah kaum muda sering beradorasi? Adorasi merupakan penghormatan kepada sakramen mahakudus. Kini, di Paroki Klepu telah ada 3 tempat kapel adorasi ekaristi abadi. Adorasi ekaristi abadi merupakan bentuk adorasi yang dilakukan terus-menerus tanpa henti selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Kapel-kapel tersebut terletak di Daratan, Pojok, dan Sendang Jatiningsih. Dalam beradorasi tentunya membutuhkan kesadaran dari diri kita sendiri. Setidaknya kita dapat menyisihkan waktu kita selama 1 jam untuk beradorasi. Sedangkan jika kita hanya melakukannya kurang dari 1 jam, itu tidak dapat disebut sebagai adorasi. Saya ambil contoh seorang remaja yang berdoa di kapel adorasi selama 30 menit. Remaja itu melakukan visitasi, bukan adorasi.
            Dalam adorasi kita diundang untuk mau berjaga dan menemani Yesus. Sama seperti saat Yesus di taman Getzemani. Kita diajak untuk mau meluangkan waktu kita setidaknya selama 1 jam untuk hening. Yesus telah mengorbankan nyawanya demi umat manusia. Sebagai gantinya, kita dapat memberikan kebebasan kita untuk masuk dalam doa dan sembah sujud pada sakramen mahakudus. Adorasi sebenarnya adalah sebuah kekayaan liturgi dalam gereja katolik. Sebagai umat katolik tentu adorasi dapat menjadi sebuah kesempatan emas untuk mendekatkan diri pada Yesus. Dalam keheningan itu, Yesus selalu memeluk kita dengan bimbingannya, mendengarkan kita dengan penuh kesabaran, dan selalu memberikan berkah keselamatan dalam kehidupan. Yesus sendiri yang telah mengusik hati kita untuk mendatangi rumah-Nya. Jika Yesus telah mengusik dan mengajak hati kita untuk beradorasi, mengapa jarang kaum muda yang mendengarkan ajakan Yesus?
            Kaum muda di era globalisasi seperti sekarang ini tentu berbeda jauh dengan kaum muda jaman dahulu. Kini, tantangan yang harus dihadapi oleh kaum muda semakin banyak dan semakin kompleks. Jelas ini menimbulkan dampak yang beragam. Jika seorang anak muda mampu mengatasi segala tantangannya, dia dapat disebut sebagai pemenang. Namun, jika seorang anak muda lainnya tidak mampu mengatasi segala tantangan, ia bisa disebut sebagai korban globalisasi. Globalisasi memang memberikan dampak positif dan negatif. Saya, sebagai seorang kaum muda juga merasakan dampak globalisasi itu dalam kehidupan. Menurut saya, ada beberapa hal yang mengakibatkan kaum muda jarang beradorasi, diantaranya :
1.      Adanya rasa malas
Rasa malas merupakan penyakit pertama dan utama bagi kaum muda. Hal ini dikarenakan muncul dari dalam diri sendiri. Jika rasa malas ini muncul maka kita tidak ingin melakukan kegiatan itu, dalam hal ini beradorasi. Bagaimana mengatasi rasa malas? Jawabannya sangat sederhana, jangan malas. Malas ataupun tidak malas bergantung pada diri sendiri. Cara pandang yang keliru tentang adorasi mungkin dapat mempengaruhi pikirannya. Adorasi yang dipandang sebagai sebuah kegiatan yang membuang-buang waktu tentu akan mempengaruhi pikiran dan perilaku. Kehidupan kaum muda yang dekat dengan keramaian sangat kontras dengan sebuah keheningan yang ditampilkan dalam kapel adorasi. Rasa malas pertama-tama tentu harus diatasi dengan cara pandang yang baik mengenai adorasi ekaristi. Adorasi adalah waktu untuk hening, untuk berbicara pada Yesus tentang berbagai hal. Tidak hanya di saat ‘galau’, namun juga setiap saat kita dapat bertemu pada Yesus. Malas merupakan sikap yang negatif dan harus kita hindari. Dampak dari sebuah rasa malas adalah kehidupan kita akan berantakan. Bahkan kita akan menjadi korban yang tentu saja akan tertinggal di tengah derasnya arus globalisasi.
2.      Terlalu sibuk dengan tugas sekolah/kuliah
Hal ini tentu menjadi persoalan semua anak yang bersekolah maupun kuliah. Tugas sebagai seorang pelajar adalah belajar. Dengan tugas-tugas yang banyak, hal ini tentu membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Berbagai macam tugas menuntut kita untuk segera diselesaikan. Mulai dari tugas individu sampai tugas kelompok. Mulai dari tugas yang sederhana sampai pada tugas proyek yang menyita banyak waktu. Globalisasi juga dapat membuat orang lupa diri dan terhanyut dalam sebuah kesibukan yang tidak tahu kapan akan berakhir. Memang hal ini jelas terlihat pada kaum muda yang berada di kota-kota besar. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kaum muda di daerah pedesaan juga dapat terkena arus itu. Kesibukan dalam menyelesaikan tugas tentu dapat diatur sedemikan rupa sehingga kita dapat menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri. Kuncinya bukan terletak pada memprioritaskan jadwal, namun menjadwalkan prioritas. Menjadwalkan prioritas maksudnya adalah kita dapat mengatur segala kegiatan kita sehingga kita tidak menjadi korban dari kegiatan-kegiatan kita. Jika kita tidak dapat memutuskan prioritas, maka lagi-lagi kita akan menjadi korban di tengah globalisasi ini. Kaum muda memang rentan menjadi korban globalisasi. Di samping perasaannya yang masih labil, tugas-tugas dari luar juga ikut mendorong dan menekan kaum muda secara psikis. Ironis memang. Tugas sekolah/kuliah yang hanya sebagai tambahan pekerjaan bagi pelajar, justru sekarang menjadi gangguan untuk kita dekat dengan Sang Pencipta.
3.      Sibuk dengan kegiatan di sekolah/kuliah
Kegiatan sekolah/kuliah yang terlalu padat tentu membuat orang sibuk dan terhanyut dengan kegiatan itu. Hal ini jelas terlihat karena banyak hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan-kegiatan itu. Orang cenderung sibuk untuk mempersiapkan kegiatan itu. Misalnya saja dari rapat sampai pada evaluasi. Hal ini tentu membutuhkan tenaga, pikiran, dan juga waktu untuk melakukannya. Kegiatan semacam itu hendaknya dapat kita atasi dengan bijaksana. Semua kegiatan merupakan wahana kita untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang kita miliki. Namun jika hal ini telah menjadi dewa dalam kehidupan kita. Apa yang akan terjadi? Lagi-lagi kita menjadi korban. Berdasarkan pengamatan saya, kaum muda yang cenderung mengikuti banyak kegiatan di sekolah/kampus akan menghabiskan banyak waktu di kampus. Hal ini berdampak pada tidak adanya waktu untuk duduk hening dan diam di depan sakramen mahakudus. Mungkin dapat saja terlintas dalam benaknya tentang kerinduan memandang dan menikmati sakramen mahakudus. Namun hal itu akan berlalu begitu saja jika kegiatan-kegiatan yang ia jalani lebih kuat memaksanya. Dalam hal ini dibutuhkan keberanian yang luar biasa untuk keluar dari segala tekanan itu. Untuk mengatasi tekanan itu tentu bukan hal yang mudah. Apalagi jika teman-teman di sekitarnya tidak memberikan dukungan. Ditambah lagi tuntutan dari banyak orang agar kita dapat melaksanakan kegiatan itu dengan maksimal. Ini tentu menjadi beban tersendiri. Keberanian menjadi poin penting untuk memberikan sebuah keputusan.
4.      Tidak adanya kesadaran untuk beradorasi
Kesadaran ini merupakan motivasi dari dalam diri kita. Hal ini tentu akan sangat sulit diubah. Kita dapat melakukan adorasi jika dan hanya jika kita mau dan mempunyai kesadaran untuk melakukannya. Bagi kaum muda hal ini menjadi tantangan tersendiri. Kesadaran diri. Ya, kesadaran diri memang masih jarang kita temui. Apalagi dunia memberikan begitu banyak tawaran yang tidak dapat kita hilangkan. Hal yang dapat kita lakukan yaitu dengan sebuah kesadaran diri. Kesadaran diri ini perlu dilatih sejak dini sehingga anak dapat mengetahui hal yang baik dan hal yang kurang baik. Dengan demikian, kesadaran itu akan muncul dari dalam dirinya. Saya mengambil contoh sederhana, seorang pelajar yang tidak memiliki kesadaran diri bahwa ia seorang pelajar tentu menjadikan belajar sebagai hal yang membosankan bahkan bukan menjadi sebuah keinginan. Belajar hanya dianggap sebagai kebutuhan. Kaum muda dapat tergoda dengan tawaran-tawaran dari dunia. Maka, di usia muda merupakan usia yang rentan. Jika ia mampu melewati masa muda dengan baik, maka dia dapat menjalani hari-harinya dengan baik. Namun jika ia tidak mampu melewatinya dengan baik, maka kehidupan selanjutnya tentu akan terganggu. Begitu pula dengan kesadaran beradorasi. Jika kesadaran akan adorasi belum ada, bagaimana mungkin kaum muda akan melakukan adorasi? Hal ini terlihat kontras dengan kaum muda lainnya yang benar-benar memiliki kesadaran beradorasi. Bahkan jika dalam diri anak kecil sudah memiliki kesadaran beradorasi maka bukan tidak mungkin anak kecil itu akan rajin menemui Yesus di kapel adorasi. Ini bukan masalah ia anak kecil, kaum muda, ataupun orang tua. Ini lebih kepada sikap dan kesadaran kita untuk beradorasi. Saat saya berkunjung ke kapel adorasi di daerah Daratan, saya sangat terkejut. Pertama, saya jarang menemui kaum muda yang beradorasi. Kedua, setelah selesai berdoa saya bertemu dengan 2 orang anak kecil yang akan beradorasi. Usia anak itu kira-kira 9 tahun. Saya tidak menyangka bagaimana mungkin seorang anak kecil  sudah memiliki kesadaran beradorasi. Bahkan orang tua kadang tidak memiliki kesadaran akan hal itu. Saya melihat bahwa anak kecil itu mendengarkan dan merespon ajakan Yesus untuk beradorasi.

5.      Lingkungan keluarga yang kurang mendukung
Lingkungan keluarga memiliki peranan penting untuk menumbuhkan kesadaran pada diri anak. Keluarga yang tidak mengenalkan anak pada sebuah adorasi maka anak belum tentu mengenal apa itu adorasi. Bagaimana mungkin jika seorang anak belum mengenal adorasi, ia akan beradorasi? Selain itu masalah dalam keluarga juga akan memberikan dampak secara psikologis pada diri anak. Keluarga yang hancur tentu akan sangat sulit bagi anak untuk mengenal sebuah adorasi. Maka dari itu, keluarga merupakan faktor penting untuk menebarkan benih-benih semangat beradorasi. Jika orang tua selalu melakukan adorasi, maka anak akan memiliki rasa ingin tahu dan meniru tindakan itu. Jika orang tua tidak pernah melakukan adorasi ataupun sibuk dengan kegiatannya masing-masing, tentu membuat hubungan dengan Tuhan menjadi jauh. Terkadang masing-masing angota keluarga memiliki kesibukan masing-masing sehingga keluarga bukan menjadi sarana untuk mengenalkan adorasi. Sejatinya keluarga merupakan sarana yang penting bagi pengenalan adorasi karena keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak.
6.      Kurangnya pengetahuan tentang adorasi
Belum banyak kaum muda yang memiliki pengetahuan tentang adorasi. Hal ini tentu membuat kaum muda memiliki banyak pertanyaan. Untuk menambah wawasan tentang adorasi, dapat dibuat sebuah seminar tentang adorasi ekaristi, ataupun kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang adorasi bagi kaum muda.
7.      Merasa belum terpanggil untuk beradorasi
Belum terpanggil? Menurut saya, alasan ini adalah alasan yang naïf. Setiap orang telah dipanggil untuk beradorasi. Namun, apakah semua orang menanggapi panggilan untuk beradorasi itu? Cukup direfleksikan pada diri kita masing-masing.
Dari berbagai macam alasan di atas, globalisasi merupakan tantangan yang paling berat bagi kaum muda masa kini untuk beradorasi. Memiliki cara pandang yang global tentang adorasi adalah sikap yang yang bijaksana. Pertanyaannya adalah apakah Anda ingin menjadi korban atau pemenang ?

Identitas Penulis

Nama                                       : Christina Wahyu Cahyani
Lingkungan                             : St. Thomas Ngagul-agulan
TTL                                         : Kebumen, 6 September 1992
Universitas                              : Sanata Dharma Yogyakarta
Prodi                                       : PGSD



0 comments on "Kaum Muda di Era Globalisasi Jarang Adorasi ?"

Post a Comment

 

keep smile n full spirit ^ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting