18 Oktober 2012
Hari ini adalah hari berkumpulnya
peserta IYD Kontingen Semarang di Wisma YSC untuk misa pelepasan dan persiapan
terakhir. Jujur, aku merasa belum siap dan juga belum pantas. Tapi Tuhan
sendirilah yang telah memantaskan aku melakukan hal baik dalam hidupku. Aku
berangkat dengan agak terburu-buru karena waktu itu aku harus menyelesaikan
praktikum yang terakhir. Saat pikiran menjadi tidak fokus dan fisik meminta
untuk istirahat, disitulah tantangannya. Namun, aku berusaha semampuku untuk tetap
meneruskannya.
Sampai
di Wisma YSC ada misa pelepasan untuk memberikan semangat dan dukungan, serta
kekuatan bagi peserta IYD. Setelah itu ada sharing
dari Romo Junet mengenai kehidupan di tanah Borneo. Banyak hal yang diceritakan
oleh beliau mengenai cara hidup dan tingkah laku yang berlaku di sana. Tidak
terasa waktu sudah larut malam. Latihan untuk penampilan kontingenpun akhirnya
dibatalkan karena waktu juga sudah tidak memungkinkan. Semuanya terlihat sibuk
untuk mempersiapkan barang bawaannya masing-masing.
Pertemuan
ini ditutup dengan tidur malam. Yap, jelas masih banyak orang yang melakukan packing dan persiapan lainnya. Aku
langsung istirahat karena aku merasa sudah mempersiapkan semuanya. Ternyata
dalam sebuah persiapan, kuncinya adalah ketenangan. Dalam ketenangan kita bisa
berfikir dengan lebih fokus.
19 Oktober 2012
Pagi
itu pukul 7 kami harus sudah siap untuk berangkat ke bandara. Kami menuju ke
bandara menggunakan 3 bus. Setelah check
in lalu masuk ke ruang tunggu. Setelah pesawatnya siap kami masuk ke
pesawat dan bersiap untuk terbang menuju tanah Borneo ;) Perjalanan udara
kurang lebih 1,5 jam. Dari pesawat terlihat kenampakan alam yang
bermacam-macam. Sesaat sebelum mendarat terlihat sungai Kapuas yang begitu
menarik. Akhirnya pesawat mendarat di Bandar Udara Supadio. Tidak terasa aku
bisa kembali ke Borneo. Setelah sampai, lalu naik bis sebentar kemudian
menunggu barang bagasi. Di sana sudah ada 1 laki-laki dan 1 perempuan yang
menggunakan pakaian adat. Mereka membawa papan bertuliskan ‘Keuskupan Agung
Semarang’. Aku yakin mereka yang menyambut kami dalam acara IYD ini. Setelah
itu kami naik bis besar menuju sebuah gedung serbaguna untuk makan siang. Lalu
perjalanan kami berlanjut ke rumah adat. Kami mendapat tempat live in di Sintang, keuskupan yang
paling jauh jika dibandingkan dengan Sanggau dan Pontianak. Sore itu pukul 5
perjalanan ke Sintang dimulai. Saat itu hujan sangat deras. Pada jam 10 malam
kami berhenti di sebuah rumah makan. Rasanya sudah tidak lapar dan lelah untuk
berhenti. Aku hanya ingin segera sampai di tempat tujuan. Lalu perjalanan
dilanjutkan. Kami tidur di bis. Sampai akhirnya pagi hari matahari mulai
tersenyum menyambut kedatangan kami di Sintang, tepatnya di Paroki Pandan.
Bukan
kemana kita pergi, namun bersama siapa kita pergi. Dan hari ini aku merasa
teman-teman peserta IYD telah menjadi bagian hidupku melalui perjalanan lintas
pulau dan sebrang laut ;)
20 Oktober 2012
Hari
pertama di Sintang kami transit ke Paroki Pandan untuk snack dan istirahat. Kami dibagi ke dalam beberapa paroki yang ada
di Keuskupan Sintang. Dan ternyata aku masuk di Paroki Pandan. Dari Keuskupan
Agung Semarang ada 4 orang yang akan live
in di Paroki Pandan. Jam 8 kami melanjutkan perjalanan ke katedral Sintang
untuk upacara pembukaan dan makan pagi. Lalu kami menuju paroki tempat live
in.
Kami
dijemput menggunakan motor. Waooow,
rasanya mau pingsan karena jarak yang ditempuh cukup jauh dan jalan yang rusak.
Perjalanan ke Paroki Pandan ditempuh selama 1,5 jam. Sebelumnya kami mampir ke
Sungai Kapuas dan berfoto bersama. Setelah sampai di Paroki Pandan kami
beristirahat sejenak dan bertemu dengan pengurus dewan paroki di sana. Aku
mendapat tempat live in di SP1.
Perjalanan dari Paroki ke Stasi SP1 cukup lama yaitu 1 jam menggunakan sepeda
motor. Jalannya??? Jangan ditanya. Perutku sakit akibat jalanan yang tidak rata
dan sangat rusak.
Setelah
berjuang melalui perjalanan yang menegangkan sampai juga di rumah stasi, tempat
aku akan live in. Rumah itu adalah
rumah stasi namun ada keluarga yang tinggal di sana, yaitu keluarga Bapak
Emanuel. Istrinya bernama Bibiana, aku biasanya memanggil dengan sebutan Kak
Bibi. Anaknya masih kecil sekitar umur 4 tahun, namanya Albi. Setelah itu aku
diajak oleh OMK Stasi untuk keliling kampung melihat keadaan desa yang ada di
sana. Setelah istirahat, aku diajak untuk pergi ke ladang kelapa sawit.
Ternyata tempatnya jauuuuh sekali. Di sana kelapa sawit yang ada di ladang
dipindah untuk ditimbang. Kak Bibi mencari daun pakis untuk sayuran. Tanganku dimakan
nyamuk yang ada di ladang itu. Setelah sampai di rumah, kami membersihkan
gereja yang terletak di dekat rumah stasi. Kami harus membersihkannya karena
malamnya akan dipakai untuk pertemuan OMK. Setiap Sabtu malam, OMK berkumpul
untuk berdoa Rosario. Setelah doa, ada sharing
dari teman-teman OMK yang menceritakan suka duka menjadi OMK di sana. Acara
dilanjutkan dengan latihan koor untuk ibadat. Aku kaget saat aku tahu bahwa
ternyata romo jarang datang ke gereja untuk memimpin misa. Ternyata di sana hanya
ibadat. Sampai Bulan Oktober saja, romo baru berkunjung sebanyak 2 kali. Namun
aku senang bisa bertemu dengan teman-teman OMK di Stasi SP1 dan juga keluarga
yang sangat terbuka dan mau menerimaku.
Malam
harinya aku masih sharing dengan
keluarga tempat live in. kami saling
bercerita tentang keluarga kami masing-masing dan pengalaman-pengalaman yang
bisa dijadikan pelajaran. Melalui proses inilah kami saling mengetahui dan
mengenal satu sama lain.
21 Oktober 2012
Pagi
hari aku bangun untuk bersiap-siap ibadat, tapi cuaca tidak mendukung. Sejak
semalam hujan turun dengan deras. Maka ibadat yang awalnya direncanakan jam 8
pagi ternyata dimulai jam 9 pagi. Setelah ibadat aku diberikan kesempatan untuk
memperkenalkan diri kepada umat di sana. Setelah itu kami berfoto bersama. Aku
merasa salut dengan OMK di sana karena mereka tetap semangat meskipun banyak
tantangannya. Jarak satu rumah dengan rumah lainnya lumayan jauh, lalu jalan
juga masih rusak. Aku benar-benar merasakan semangat melayani dari mereka.
Bahkan OMK di SP1 meraih berbagai prestasi pada saat acara Paroki Cup, yaitu
juara Paduan Suara, badminton, dan voli. Prestasi yang luar biasa di balik
keterbatasan fasilitas.
Selesai
ibadat, aku diajak untuk berwisata rohani ke Bukit Kelam. Perjalanan kira-kira
2-3 jam ditempuh menggunakan sepeda motor. Kami berangkat bersama-sama dengan
teman-teman satu paroki. Jalan yang kami lalui cukup menantang dengan berbagai
lubang dan kerusakan di sana sini. Sebelumnya kami singgah di seminari yang ada
di Keuskupan Sintang. Hujan turun cukup deras, maka kami menunggu sampai hujan
reda. Setelah hujan reda, kami melanjutkan perjalanan ke Bukit Kelam. Meskipun
kami lelah, kami terus berjalan. Sebenarnya aku sedikit mengantuk namun aku
berusaha untuk tetap fokus dan melihat pemandangan di sana. Masih banyak
terdapat pohon-pohon besar dan jalannya naik turun.
Sesampainya
di Bukit Kelam, kami berjalan terus sampai ke gua maria. Di setiap perhentian
ada patung 3 dimensi yang cukup besar. Di kanan dan kiri banyak terdapat
pohon-pohon bambu. Setelah berdoa di depan gua, kami berjalan ke atas menuju
sebuah kolam ikan. Ada terdapat banyak ikan di kolam itu. Lalu kami melanjutkan
perjalanan ke wisata air terjunnya. Air terjunnya sangat indah. Kami harus
berjalan menaiki anak tangga. Aku tetap melangkahkan kakiku dengan penuh
semangat. Tidak terbersit dalam pikiranku untuk istirahat. Akhirnya aku melihat
air terjun itu. Setelah puas menikmati air terjun, aku dan teman-teman OMK
turun. Setelah istirahat sebentar, kami melanjutkan perjalanan untuk pulang.
Terkadang aku berpikir bagaimana kalau malam hari? Pasti gelap dan sepi. Masih
ada daerah yang tidak terdapat signal maupun listrik. I can’t imagine it ! Teman-teman di sana masih mampu, mau dan
memiliki semangat untuk bekerja keras melayani Tuhan dan sesama dengan senang
hati.
Sore
hari setelah pulang dari Bukit Kelam, Kak Bibi khawatir padaku. Kak Bibi sudah
menyiapkan masakan sejak sore tadi. Tapi aku baru pulang jam 7 malam. Aku jadi
merasa bersalah karena meninggalkan rumah terlalu lama. Setelah makan dan
mandi, aku bersiap untuk doa rosario di rumah penduduk, dan aku diberikan
kehormatan untuk memimpin doa Rosario. Awalnya aku bingung dan takut. Apa lagi
ini Tuhan? Siapa aku sampai boleh mendapat kesempatan seperti itu? Aku dianggap
dan diterima dengan baik. Hal itu aku anggap sebagai sebuah kesempatan yang
baik.
Sampai
di rumah, Pak Emanuel masih bercerita tentang pengalamannya dan kondisi umat di
Stasi SP1. Kak Bibi membuatkanku sebuah rosario dan juga gelang yang bertuliskan
nama panjangku. Itu sebagai kenang-kenangan dari mereka. Malam itu adalah malam
terakhirku di tempat live in.
22 Oktober 2012
Hari
ini adalah, hari terakhir di tempat live
in. Siang nanti peserta live in
akan diantar ke katedral Sintang untuk acara penutupan. Pagi hari aku diajak ke
ladang karet untuk noreh. Getah karet itu akan dijual sehingga menjadi sebuah pendapatan.
Selain karet ada juga kebun singkong dan semangka. Setelah selesai noreh, aku
pulang dan membantu Kak Bibi untuk memasak. Aku membantu membuat tumis
kangkung, menggoreng tahu, telur dan singkong. Setelah mandi, aku makan bersama
dengan keluarga. Lalu ada teman-teman OMK yang datang dan kami makan bersama.
Saat aku akan meninggalkan tempat itu, aku sangat sedih. Albi sedang tidur jadi
aku tidak membangunkannya. Meskipun hanya sebentar, tapi aku merasa keluarga
ini sangat dekat denganku.
Aku
diantar menuju katedral Sintang. Sampai di sana, ada misa penutupan live in, dan ada juga budaya-budaya dari
daerah lainnya. Kontingen yang live in
di Sintang adalah dari Keuskupan Agung Jakarta,
Keuskupan Bogor dan Keuskupan Agung Semarang. Setelah pagelaran budaya, ada
taize dan adorasi yang cukup lama. Doa taize selalu menjadi kerinduanku karena
dengan duduk tenang, aku bisa merasakan karunia Tuhan yang ada di dalam
hidupku.
Melalui
live in, aku bisa merasakan
perjumpaan dengan Tuhan lewat keluarga live
in dan juga orang-orang yang aku jumpai. Aku mendapatkan tantangan dan
hambatan yang berbeda. Harapanku adalah aku bisa datang dan bertemu lagi dengan
mereka, suatu saat nanti. Terima kasih untuk keluarga bapak Emanuel, Pak Henky
sebagai ketua stasi dan teman-teman OMK (Kak Rani, kak Nino, Tony, Andre,
Mitha, Nanda, Mira, dan semuanya).
23 Oktober 2012
Kami akan meninggalkan Sintang untuk
menuju ke Sanggau dimana acara puncak akan dilaksanakan. Rasanya sangat berat
sekali, karena dalam live in tersebut
aku bisa merasakan kesederhanaan dan kehangatan dari keluarga live in. Bahkan aku sudah dianggap
sebagai bagian dari keluarganya. Namun, Sanggau telah menunggu dengan berbagai
keunikannya. Perjalanan kira-kira 4 jam. Kami langsung berganti kostum pakaian
daerah. Karena hujan, maka acara pawai ditunda sampai hujan berhenti. Tidak
berapa lama kami bersiap untuk pawai. Banyak orang yang melihat dan juga
antusias menyambut kami. Aku benar-benar merasa terkesan akan penyambutan
mereka. Rasanya seperti menjadi ratu dan raja. Kami dari kontingen Semarang
menyanyikan yel-yel penyemangat. Sampai kami tiba di mega tenda, masih banyak
orang yang menyalami kami. Kontingen Semarang mendapat tempat duduk di bagian
depan panggung. Dan euforia IYD pun
dimulai.
Malam harinya ada misa pembukaan
kemudian dilanjutkan dengan acara malam keakraban yaitu berisi yel-yel dari
setiap keuskupan. Jumlah peserta dari setiap keuskupan berbeda-beda, ada yang
banyak ada juga yang sedikit. Namun yang sama adalah semangat kami dalam
mengikuti IYD. Kami sama-sama ingin berbagi dan memperdalam iman melalui
perjumpaan dengan OMK se-Indonesia. selain yel-yel ada pula sharing singkat dari beberapa keuskupan
yang menceritakan pengalaman mereka saat live
in maupun perjalanan mereka hingga sampai ke Kalimantan. Banyak hal yang
menarik dan juga pengalaman perjuangan yang begitu berat hingga sampai di
Sanggau.
Hari ini Sanggau sangat luar biasa.
Perubahan dari tempat live in menjadi
mega tenda memberikanku sebuah refleksi bahwa kita harus berani untuk
meninggalkan hal lain karena hal baru yang akan kita temui tentu memberikan
warna yang berbeda. Warna berbeda memberikan makna bahwa kita tentu akan
memperkaya diri kita dengan hal baru.
24 Oktober 2012
Acara
pertama yang akan kami ikuti adalah upacara pembukaan di lapangan. Meskipun
cuaca sangat panas, kami berusaha untuk tetap mengikutinya. Di akhir upacara
ada pemukulan kentongan yang menandai bahwa IYD 2012 dibuka. Lalu ada para
penari yang menggunakan pakaian daerah dari berbagai tempat di Indonesia. Hal
ini menunjukkan bahwa keberagaman dapat menyatukan kita sebagai warga
Indonesia.
Acara
dilanjutkan dengan workshop. Kami
mengikuti tema workshop sesuai dengan
ketentuan yang sudah ada. Waktu itu, aku mengikuti workshop dengan tema ‘Imanku di Era Digital’ bertempat di Gedung
Betomu. Materi yang disampaikan adalah mengenai peran OMK dalam tugas pewartaan
Gereja di era digital. Beberapa poin penting yang bisa diambil adalah:
a. Perkembangan
teknologi saat ini tidak bisa dibendung lagi. Teknologi kini berkembang dengan
sangat cepat. Hal ini mempengaruhi mind
set kita mengenai identitas dan budaya suatu daerah.
b. Sebagian
besar teknologi dikuasai oleh kaum muda. Sehingga kaum muda seharusnya bisa
menggunakannya dengan bijaksana serta mampu memanfaatkannya dengan nuansa
katolik. Misalnya dengan sharing
iman, ataupun hal lainnya yang bisa menguatkan iman.
c. Meskipun
Injil diwartakan dalam dunia maya, namun Injil harus tetap diwujudkan dalam
dunia nyata. Percuma saja jika kita hanya mewartakannnya melalui dunia maya
tapi tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Relasi dan perjumpaan
dengan komunitas secara langsung sangat diperlukan.
d. Globalisasi
menjadi sebuah rahmat bagi kita semua. Dengan adanya globalisasi maka kita bisa
berbagi informasi dengan efektif dan efisien. Maka kita bisa maju jika kita
mampu menguasai teknologi. Dalam hal ini, kaum muda menjadi kunci penting dalam
pemanfaatan teknologi. Dengan kemudahan ini, tidak menutup kemungkinan bahwa
kita juga dapat mewartakan Injil melalui teknologi yang ada.
e. Pewartaan
di zaman digital ini dapat dilakukan melalui berbagai cara. Misalnya: radio,
TV, presentasi, film, internet, musik, printing,
game, entertainment dan lainnya.
Di akhir ini, ada sebuah kesimpulan yang menarik,
yaitu pastikan untuk mewartakan Injil dengan penuh semangat. Di era digital
seperti sekarang saatnya pewartaan Injil melalui multimedia.
Setelah workshop, ada pemberian materi dari Komisi
Kepemudaan KWI. Secara ringkas, hal-hal penting yang bisa diambil adalah:
1. Kita
melihat pengalaman biasa menjadi pengalaman luar biasa, bisa melihat peristiwa
biasa menjadi pengalaman iman.
2. Caranya
adalah kita harus memperluas pengetahuan dan bisa mempertanggungjawabkan iman.
3. Tema
IYD ini adalah berakar dan dibangun dalam Yesus Kristus, berteguh dalam iman. Awalnya
kita mengetahui kemudian memahami lalu menjelaskan pada orang lain. Mengakar
berarti memiliki pengetahuan yang baik dan luas. Bagaimana OMK menjadi pembela
orang muda dengan kesaksian? Hal paling penting adalah harus menyadari bahwa
untuk menjadi peserta IYD ini aku dipilih oleh Allah. Saat live in tentunya banyak hal yang dirasakan, salah satunya menyadari
kehadiran Tuhan lewat keluarga live in.
4. Lalu
setelah memiliki pengetahuan dan memahami, kita dapat membawa dan memperkaya
diri kita. Untuk selanjutnya bisa diwartakan menjadi sebuah kesaksian.
Kemudian
kami diajak untuk sharing dalam
kelompok kecil untuk menceritakan pengalaman saat live in. Cerita teman-teman sangat menarik dengan keunikannya
masing-masing. Setelah itu ada doa taize, adorasi dan pengakuan dosa. Malam itu
suasana sangat hening. Setelah mengaku dosa, aku merasa terlahir menjadi
manusia baru. Penyesalan akan dosa-dosa tergantikan dengan sukacita dan
ungkapan syukur atas iman dan pengampunan yang boleh diterima.
25 Oktober 2012
Pagi
hari acara dibuka dengan misa harian yang dimulai pukul 6. Kemudian dilanjutkan
dengan materi dari Uskup Situmorang dan Uskup Agustinus Agus (Uskup Keuskupan
Sintang). Hal yang diangkat adalah OMK makin beriman, makin mengindonesia. Beriman itu lebih dari percaya. Pertama, kita harus mengetahui yakni
memiliki pengetahuan tentang orang yang kita imani. Kedua, mau mengenal. Pengenalan yakni mengetahui secara lebih
mendalam. Ketiga, menerima dan bersatu serta menjalin relasi/hubungan yang
lebih bersifat pribadi, mendalam dan utuh. Beriman yakni mengimani Tuhan,
memiliki hubungan dan kegiatan interaktif antara saya dengan Tuhan. Beriman
dalam Tuhan berarti Tuhan hidup dan saya hidup dalam Tuhan. Ada intensitas,
totalitas dan dinamis. Beriman kristiani berarti menerima Juru Selamat. Maka
salah satu cara menjalin relasi adalah dengan membaca Injil. Dengan demikian,
pesan dari Uskup Situmorang adalah ‘Bacalah Ijil !’.
Berteguh dalam iman berarti pertama, kenallah Yesus dengan membaca
Injil. Melalui Injil kita bisa semakin tahu dan memahami Yesus. Kedua, berdoa sebelum dan saat bekerja.
Ambillah waktu dan pilih tempat yang cocok untuk berkomunikasi dengan Tuhan di
sela-sela kesibukan. Ketiga, berkata
dan bertingkah laku seperti Yesus. Sedangkan menghayati iman yakni menjadi
garam yang bisa mengubah kehidupan. Iman adalah sebuah anugerah. Beriman itu
kuat, tegas, kokoh tetapi lembut. Mau menyadari dan menghayati Yesus dalam
kehidupan.
Kita sebagai warga gereja yang juga
sebagai warga Indonesia memiliki kewajiban untuk menciptakan perdamaian.
Faktanya, masih banyak konflik antar suku, kekerasan dan hal-hal lain yang
menjauhkan kita sebagai saudara sebangsa. Maka, kita diajak pula untuk menjadi
pembawa damai dan harapan di tengah masyarakat. Salah satunya dengan
menjalankan peran dan tanggung jawab kita sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menganggap dan memperlakukan manusia sesuai dengan kodratnya.
Pada kesempatan itu juga diundang
seorang anak muda dari Jakarta yang telah mendirikan sebuah koperasi bernama
Koperasi Kasih Indonesia. KKI ini tentu telah memberikan kesejahteraan bagi
anggotanya. Menurutnya, Tuhan telah mengubah hidupnya dan memberikan hal yang
tidak pernah ada dalam pikirannya. Kehendak Tuhan melebihi batas kemampuan
berpikir manusia. Tuhan itu dahsyat kuasa-Nya. Ia yang telah mengubah hidupnya
dari keterpurukan menjadi sebuah kegembiraan bahkan menjadikan hidupnya lebih
berarti bagi sesama di usianya yang masih muda.
Malam harinya ada pagelaran budaya.
Acara ini menampilkan berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia. Beberapa
keuskupan menampilkan kekhasan dari daerahnya. Aku melihat hal itu sebagai
sebuah kekayaan yang ada di Indonesia. Perbedaan yang menimbulkan indahnya
keberagaman. Setelah acara pagelaran budaya, ada api unggun dan pesta kembang
api. Kegiatan ini dilakukan di lapangan diiringi dengan jingle IYD. Tidak
terasa, malam terakhir di Sanggau ditutup dengan pesta kembang api yang sangat
meriah.
26 Oktober 2012
Misa
penutupan dimulai pada pukul 8 pagi. Wah, tidak terasa IYD 2012 hampir
berakhir. Misa ini dipimpin oleh Uskup Situmorang dan ada juga perwakilan dari
Vatikan. Berkat penutup diberikan oleh perwakilan dari Vatikan yang memberikan
indulgensi penuh. Aku tidak pernah membayangkan bisa mendapatkan indulgensi
penuh dari Bapa Suci. Setelah itu ada acara penutupan yaitu sambutan dari Uskup
Situmorang, Uskup Keuskupan Sanggau, perwakilan dari Kabupaten Sanggau,
perwakilan panitia IYD 2012 dan perwakilan peserta IYD 2012. Lalu ada pembacaan
deklarasi OMK Indonesia yang diwakili oleh 1 orang laki-laki dan 1 orang
perempuan, peserta IYD 2012. Dalam acara itu hadir pula Menteri Pertahanan
Republik Indonesia yang memberikan sambutan. Penutupan IYD 2012 ditandai dengan
pemukulan gong sebanyak 7 kali. Lalu kami masih bernyanyi bersama dan
berfoto-foto. Banyak teman-teman yang sudah mulai meninggalkan mega tenda untuk
kembali ke daerahnya masing-masing. Namun kenangan berjumpa dan berkumpul
bersama OMK se- Indonesia tidak akan berlalu di ingatanku.
Aku mendapatkan hal yang lebih dari sekedar euforia belaka. Pengalaman iman yang
mendalam dari tanah Borneo mengubah cara pandangku tentang kehidupan. Aku
belajar untuk memiliki iman tangguh yang diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Aku belajar untuk selalu menghadapi segala macam hambatan dalam
mencapai tujuan. Aku belajar kesederhanaan. Dan aku belajar menghargai
keberagaman dalam satu iman serta satu bangsa. Indonesian Youth Day pertama yang dilaksanakan di Pontianak,
Sintang dan Sanggau telah menjadi pengalaman iman. Aku tidak akan mendapatkan
hal seperti ini di bangku kuliah. Orang-orang yang aku temui sangat berarti dan
telah menjadi bagian dari hidupku. Aku beruntung bisa mendapatkan kesempatan
emas untuk menjadi salah satu peserta IYD dari kontingen Semarang. Di samping
itu, aku menjadi semakin bersyukur atas rahmat kehidupan serta karunia yang
boleh aku terima dalam hidupku. Terima kasih untuk semuanya…
0 comments on "IYD 2012 KaLbaR"
Post a Comment