BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Kami melakukan tiga penelitian yaitu tentang minat peserta didik terhadap pelajaran matematika, multiple intelligences, dan manajemen kelas.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai aplikasi sangat luas pada aspek pendidikan. Hal ini dikarenakan banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang diselesaikan dengan matematika. Adanya perubahan tuntutan kondisi kelas atau proses belajar mengajar lebih berkualitas maka guru perlu mengetahui bagaimana menggunakan metode, teknik, media, atau pendekatan yang cocok untuk pembelajaran. Matematika merupakan pembentukan ketrampilan karena menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu lain, penataan nalar yang logis dan rasional serta pembentukan sikap kritis, cermat dan jujur. Guru harus mampu mengajarkan matematika kepada siswa dengan menarik agar siswa menjadi senang, tertarik dan berminat terhadap matapelajaran matematika. Melalui penelitian ini, kami ingin mengetahui seberapa besar minat peserta didik terhadap matapelajaran matematika. Hal ini dikarenakan matapelajaran matematika berguna dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu matematika juga dapat melatih kemampuan berpikir peserta didik dan mengasah penalaran atau logika. Saat ini masih banyak peserta didik yang menganggap matematika adalah matapelajaran yang sulit. Mengingat minat adalah hal yang penting untuk mempelajari sesuatu. Oleh karena itu kami terdorong untuk melakukan sebuah penelitian mengenai minat peserta didik terhadap matematika.
Penelitian kami yang kedua tentang Multiple intelligences. Multiple intelligences tidak saja dapat diukur oleh kemampuan matematika, logika dan bahasa sebagaimana konsep kecerdasan klasik, melainkan setidaknya ada sepuluh kecerdasan manusia yang dapat dikembangkan. Kesepuluh jenis kecerdasan tersebut adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan eksistensial dan kecerdasan spiritual. Dengan memanfaatkan kecerdasan dominan setiap individu maka peserta didik lebih mudah untuk belajar. Setiap peserta didik memiliki kecerdasan yang berbeda. Selain itu kecerdasan juga dapat berkembang karena beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan, keluarga dan kebiasaan untuk mengembangkan suatu kecerdasan. Pembelajaran ini merupakan salah satu pembelajaran yang kreatif, variatif dan inovatif sehingga peserta didik dapat belajar dengan cara yang menyenangkan. Hal ini mendorong kami untuk mengetahui kecerdasan dominan pada peserta didik. Untuk selanjutnya dapat mengetahui kecerdasan dominan pada suatu kelas. Kecerdasan dominan dalam kelas tersebut dapat membantu guru untuk menyampaikan pembelajaran.
Penelitian yang ketiga tentang manajemen kelas. Manajemen kelas merupakan hal terpenting yang harus dikuasai oleh guru. Selama ini pemahaman mengenai pengelolaan kelas nampaknya masih keliru. Seringkali pengelolaan kelas dipahami sebagai pengaturan ruangan kelas yang berkaitan dengan sarana seperti tempat duduk, lemari buku, dan alat-alat mengajar. Padahal pengaturan sarana belajar mengajar di kelas hanyalah sebagian kecil saja, yang terutama adalah pengondisian kelas, artinya bagaimana guru merencanakan, mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik. Pengelolaan kelas menurut penulis adalah upaya yang dilakukan guru untuk mengondisikan kelas dengan mengoptimalisasikan berbagai sumber (potensi yang ada pada diri guru, sarana dan lingkungan belajar di kelas) yang ditujukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai. Sehingga kami melakukan penelitian ini untuk mengetahui cara guru dalam mengelola kelas.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sardiman A. M. berpendapat bahwa “minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.”.Sedangkan menurut I. L. Pasaribu dan Simanjuntak mengartikan minat sebagai “suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan sesuatu yang menariknya.” Selanjutnya menurut Zakiah Daradjat, dkk., mengartikan minat adalah “kecenderungan jiwa yang tetap ke jurusan sesuatu hal yang berharga bagi orang.” Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang dikutip di atas dapat disimpulkan bahwa, minat adalah kecenderungan seseorang terhadap obyek atau sesuatu kegiatan yang digemari yang disertai dengan perasaan senang, adanya perhatian, dan keaktifan berbuat. Menurut Turmudi (1999:4) “bahwasanya mereka hanya mempercayai bahwa hanya anak-anak berbakat saja yang bisa sukses dalam matematika”. Sedangkan Riyadi (1991:2) berpendapat “pada umumnya matematika dianggap sebagai pelajaran sulit sehingga mengakibatkan siswa kurang tertarik dan cepat bosan dalam mempelajarinya”.
Teori tentang multiple intelligence ini berdasarkan pakar Psikologi Harvard Howard Gardner. Gardner mengemukakan bahwa pandangan klasik percaya bahwa inteligensi merupakan kapasitas kesatuan dari penalaran logis, dimana kemampuan abstraksi sangat bernilai. Pandangan ini berdasar pada teori general (g) intelligence dari Spearman yang menganggap inteligensi sebagai kekuatan mental yang timbul selama aktifitas intelektual dan dapat digambarkan dalam berbagai tingkatan. Sama dengan Thurstone dan beberapa ahli psikometri lain Gardner melihat bahwa inteligensi merupakan meliputi beberapa kemampuan mental.
Gardner menekankan dalam jenis inteligensinya bahwa inteligensi hanya merupakan konstrak ilmiah yang secara potensial berguna. Jenis-jenis inteligensi Gardner :
A. Kecerdasan spasial, merupakan kecerdasan seseorang yang berdasar pada kemampuan menangkap informasi visual atau spasial, mentransformasidan memodifikasinya, dan membentuk kembali gambaran visual tanpa stimulus fisik yang asli. Kecerdasan ini tidak tergantung sensasi visual. Kemampuan pokoknya adalah kemampuan untuk membentuk gambaran tiga dimensi dan untuk menggerakkan atau memutar gambaran tersebut. Individu yang dominan memiliki kecerdasan tersebut cenderung berpikir dalam pola-pola yang berbentuk gambar. Mereka sangat menyukai bentuk-bentuk peta, bagan, gambar, video ataupun film sebagai media yang efektif dalam berbagai kegiatan hidup sehari-hari.
B. Kecerdasan bahasa, merupakan kecerdasan individu dengan dasar penggunaan kata-kata dan atau bahasa. Meliputi mekanisme yang berkaitan dengan fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Mereka yang memiliki kecerdasan tersebut, mempunyai kecakapan tinggi dalam merespon dan belajar dengan suara dan makna dari bahasa yang digunakan. Pada umumnya merupakan ahli yang berbicara di depan publik. Mereka lebih bisa berpikir dalam bentuk kata-kata daripada gambar. Kecerdasan ini merupakan aset berharga bagi jurnalis, pengacara, pencipta iklan.
C. Kecerdasan logis matematis. Kecerdasan tersebut mendasarkan diri pada kemampuan penggunaan penalaran, logika dan angka-angka matematis. Pola pikir yang berkembang melalui kecerdasan ini adalah kemampuan konseptual dalam kerangka logika dan angka yang digunakan untuk membuat hubungan antara berbagai informasi, secara bermakna. Kecerdasan ini diperlukan oleh ahli matematika, pemrogram komputer, analis keuangan, akuntan, insinyur dan ilmuwan.
D. Kecerdasan jasmani kinestetik. Kemampuan untuk mengendalikan gerakan tubuh dan memainkan benda-benda secara canggih, merupakan bentuk nyata dari kecerdasan tersebut. Individu akan cenderung mengekspresikan diri melalui gerak-gerakan tubuh, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu melakukan berbagai maneuver fisik dengan cerdik. Melalui gerakan tubuh pula individu dapat berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya, mengingat dan memproses setiap informasi yang diterimanya. Kecerdasan ini dapat terlihat pada koreografer, penari, pemanjat tebing.
E. Kecerdasan musikal, memungkinkan individu menciptakan, mengkomunikasikan dan memahami makna yang dihasilkan oleh suara. Komponen inti dalam pemprosesan informasi meliputi pitch, ritme dan timbre. Terlihat pada komposer, konduktor, teknisi audio, mereka yang kompeten pada musik instrumentalia dan akustik.
F. Kecerdasan interpersonal, merupakan kecerdasan dalam berhubungan dan memahami orang lain di luar dirinya. Kecerdasan tersebut menuntun individu untuk melihat berbagai fenomena dari sudut pandang orang lain, agar dapat memahami bagaimana mereka melihat dan merasakan. Sehingga terbentuk kemampuan yang bagus dalam mengorganisasikan orang, menjalin kerjasama dengan orang lain ataupun menjaga kesatuan suatu kelompok. Kemampuan tersebut ditunjang dengan bahasa verbal dan non-verbal untuk membuka saluran komunikasi dengan orang lain.
G. Kecerdasan intrapersonal, tergantung pada proses dasar yang memungkinkan individu untuk mengklasifikasikan dengan tepat perasaan-perasaan mereka, misalnya membedakan sakit dan senang dan bertingkah laku tepat sesuai pembedaan tersebut. Kecerdasan ini memungkinkan individu untuk membangun model mental mereka yang akurat, dan menggambarkan beberapa model untuk membuat keputusan yang baik dalam hidup mereka.
H. Kecerdasan eksistensial, kemampuan seseorang mempertanyakan sesuatu.
I. Kecerdasan naturalis, kemampuan seseorang untuk belajar di alam terbuka.
J. Kecerdasan spiritual, gabungan dari kecerdasan interpersonal dan intrapersonal ditambah dengan nilai-nilai moral lainnya.
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan (manajemen) dalam pengertian umum menurut Suharsini Arikunto adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan. Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru. Secara etimologis, pengelolaan kelas ialah usaha guru untuk menciptakan, memelihara dan mengembangkan iklim belajar yang kondusif (Udin S. Winataputra). Pengertian ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan olehWinzer yang menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademik dan sosial.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
- Kualitatif : Wawancara dan Observasi
- Kuantitatif : Angket
B. Alat Pengambilan Data
- Angket minat peserta didik terhadap matapelajaran matematika
- Tes Multiple intelligences
- Daftar pertanyaan wawancara :
1. Apa pembelajaran yang digunakan guru di dalam kelas? Student centered atau teacher centered?
2. Apa strategi yang biasanya digunakan untuk menyampaikan materi dikelas?
3. Bagaimana mengelola kelas agar tetap kondusif dalam pembelajaran?
4. Model pembelajaran apa yang sering digunakan?
5. Bagaimana sikap siswa saat stretegi pembelajaran tersebut diterapkan?
6. Apa masalah-masalahyang biasanya muncul di dalam kelas?
7. Bagaimana guru mengatasi masalah yang muncul di dalam kelas?
8. Bagaimana sikap guru kepada siswa agar siswa tetap mengingat pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya?
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Analisis Data
Minat Peserta Didik Kelas IV SDK Klepu tahun ajaran 2011/2012 terhadap pelajaran Matematika
Hasil Kecerdasan Dominan kelas IV SDK Klepu tahun ajaran 2011/2012
2. Data Analisis Kelas
Hasil Wawancara dengan wali kelas IV SDK Klepu.
Guru menggunakan pembelajaran Student Centered dan Teacher Centered.
Alasannya siswa belajar untuk dapat mengungkapkan wawasannya sendiri. Sedangkan guru hanya sekedar membimbing siswa. Adakalanya guru juga menjelaskan materi pembelajaran kemudian siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengerjakan soal-soal. Contohnya dalam pelajaran matematika.
Strategi yang digunakan contohnya pada pembelajaran matematika. Guru memberikan contoh terlebih dahulu sebelum mengerjakan soal-soal.
Pengaturan di dalam kelas agar tetap kondusif
· Awal pembelajaran dimulai dengan berdoa.
· Guru mengamati siswa satu persatu, apakah siswa tersebut sudah siap mengikuti pelajaran atau belum. Kalau masih ada yang ramai di kelas akan diberi peringatan. Kalau semua siswa sudah bisa mengikuti maka pelajaran sudah dapat dimulai.
Sikap siswa saat strategi pembelajaran diterapkan :
· Umumnya ada sikap siswa yang tenang.
· Ada siswa yang membuat keributan di dalam kelas.
· Kalau ada siswa yang belum paham pasti akan angkat tangan.
Masalah yang sering muncul di dalam kelas :
· Untuk pelajaran IPS hafalan sangat sulit untuk siswa.
· Pelajaran matematika, siswa juga masih bingung memahami. Contohnya pada materi perkalian dan pembagian.
· Ada tipe siswa yang pelupa. Kalau sudah di terangkan beberapa kali tetap siswa belum bisa mengikuti (anak sulit belajar)
Cara guru mengatasi di dalam kelas:
· Jika ada siswa yang belum paham akan diterangkan lagi sampai siswa itu paham (diberi soal-soal, apabila siswa sudah paham maka guru dapat melanjutkan materi yang baru)
Cara guru mengingatkan kepada siswa:
· Sepulang sekolah guru memberikan bimbingan kepada siswa untuk mempelajari materi yang sudah dipelajari di sekolah. Kalau bisa anak tersebut membuat soal-soal sendiri agar lebih memahami materi tersebut.
Tipe anak
· Orang tua lebih banyak memanjakan anak sehingga anak tidak bisa mandiri dan sering tersinggung.
· Anak masih sulit dalam membaca, masih banyak yang mengeja, tanda titik dan koma belum bisa di pahami, antara huruf B dan D belum bisa di bedakan.
· Ada tipe anak yang cengeng, contohnya meminta tanda tangan orang tua dan anak lupa, anak menangis belum meminta tanda tangan dan langsung diejek oleh teman-temannya
· Keinginan belajar anak sulit, malas-malasan belajar. Ada beberapa yang mau mendengarkan dan ada beberapa yang ramai sendiri.
Guru selalu mengingatkan setelah pulang sekolah tentang tugas-tugas, tetapi masih ada anak yang belum mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.Anak diberi penguatan. Apabila anak dapat nilai sempurna, guru memberi hadiah.
B. Pembahasan
Dari hasil observasi yang kami lakukan menunjukkan minat peserta didik terhadap matapelajaran matematika tinggi. Ada 28 soal yang kami berikan kepada peserta didik dengan interval nilai 1-7. Kami membagi menjadi 3 range yaitu :
28-84 : (Minat Rendah),
85-140 : (Minat Sedang),
141-196: (Minat Tinggi).
Minat sangat penting dalam mempelajari sesuatu karena minat adalah suatukondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementarasituasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannyasendiri (Sardiman A. M). Dengan adanya minat maka peserta didik dapat menikmati apa yang ia lakukan termasuk dalam hal belajar.
Kecerdasaan dominan di kelas IV yang kami observasi adalah kecerdasaan logika matematis. Kecerdasaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mempelajari berbagai hal. Kecerdasan logika matematis merupakan kemampuan untuk mengolah pola angka dan berfikir secara logis. Guru dapat mengembangkan kecerdasaan tersebut dengan cara peserta didik dihadapkan dengan permasalahan yang berhubungan dengan angka. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda. Kecerdasan dapat berkembang karena beberapa faktor contohnya faktor lingkungan dan pendidikan.Gardner menekankan dalam jenis inteligensinya bahwa inteligensi hanya merupakan konstrak ilmiah yang secara potensial berguna.Dengan multiple intellegences peserta didik dapat belajar dengan menggunakan berbagai cara. Hal inilah yang membuat pembelajaran menjadi semakin beragam dan tidak monoton.
Sebenarnya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan kerangka multiple intelligences tidaklah sesulit yang dibayangkan. Yang dibutuhkan hanyalah kreativitas dan kepekaan guru. Artinya, setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka yaitu keluar dari paradigma pengajaran tradisional, mau menerima perubahan, dan harus memiliki kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan sekitar dalam menunjang proses pembelajaran.
Laboratorium hidup yang terbesar adalah dunia ini. Untuk mengembangkan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan multiple intelligences, sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar. Artinya, bahwa pendidikan tidak harus diselenggarakan di dalam kelas dan tidak harus menggunakan peralatan yang canggih. Siswa bisa diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi dalam realitas kehidupan yang sebenarnya. Siswa tidak hanya dijejali oleh teori semata. Mereka dihadapkan dengan kenyataan bahwa teori yang mereka terima memang dapat ditemui di dalam kehidupan nyata dan dapat mereka alami sendiri sehingga mereka memiliki kesan yang mendalam.
Armstrong (2002:85) memberikan contoh penerapan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences. Dalam bukunya, Amstrong menjelaskan bahwa banyak siswa yang merasa sulit untuk memahami konsep perkalian. Model pembelajaran untuk materi perkalian ini, kebanyakan guru menyuruh siswa untuk menghafal tabel perkalian yang sudah disiapkan dan melakukan tes berulang kali, sampai siswa benar-benar dapat menghafalkan tabel perkalian. Dengan pembelajaran model ini, maka bagi siswa yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi biasanya dapat dengan mudah untuk menghafalnya, siswa yang kecerdasan logis-matematisnya tinggi akan mudah memahami konsep perkalian, namun sulit untuk mengingat fakta-fakta perkalian. Sedangkan, bagi siswa yang lemah di bidang kecerdasan linguistik dan logis-matematis, tetapi memiliki kecenderungan yang tinggi dalam kecerdasan yang lain, biasanya akan benar-benar hal ini menjadi masalah. Hal ini dapat dimaklumi, sebagian besar dalam faktanya pembelajaran di sekolah lebih banyak menghargai siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan linguistik dan logis-matematis.
Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika, khususnya perkalian, guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan multiple intelligences. Dengan menyelenggarakan pembelajaran berbasis multiple intelligences ini diharapkan setiap siswa akan merasa semangat dan terus termotivasi untuk belajar, sehingga suasana “haus belajar” benar-benar tertanam dalam setiap individu siswa. Berikut merupakan contoh mengajar matematika (perkalian) kepada siswa dengan pendekatan multiple intelligences (Armstrong, 2000:86-89).
a. Perkalian secara linguistik
Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan linguistik adalah dengan mengucapkan, mendengar, dan melihat kata-kata. Cara terbaik memotivasi mereka di antaranya mengajak bicara, menyediakan bahan bacaan, rekaman, dan menyediakan sarana untuk menulis. Dalam belajar perkalian, siswa jenis ini dapat dimungkinkan untuk diberikan waktu yang cukup dalam latihan menghafal tabel perkalian kemudian diucapkan secara berulang atau guru menyediakan lembar isian yang memuat tabel perkalian.
b. Perkalian secara logis-matematis
Dalam belajar perkalian, siswa yang memiliki kecerdasan logis-matematis tinggi ini tidak terlalu sulit, karena materi yang dipelajari memiliki karakteristik yang sama dengan kecerdasan yang dimiliki siswa. Kegiatan yang dapat dilakukan , di antaranya menggunakan batu kerikil, korek api, atau benda lain, kemudian siswa menyusunnya dalam kelompok dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, dan seterusnya. Guru membiarkan siswa agar dapat menemukan prinsip perkalian melalui permainan tersebut. Sebagai contoh, tiga tumpuk kerikil dengan empat kerikil dalam masing-masing tumpukan sama dengan dua belas kerikil, atau 3 x 4 = 12. Siswa akan dapat membuat daftar penemuan, sehingga akan menjadi sebuah tabel perkalian. Selain itu, dengan cara ini siswa juga dapat memahami konsep perkalian secara mudah.
c. Perkalian secara visual-spasial
Cara belajar bagi siswa visual-spasial ini biasanya melalui gambar, metafora visual, dan warna. Dalam mempelajari perkalian, guru dapat memberi siswa tabel “seratus”, selembar kertas yang tertulis angka 1 sampai 100 dalam sepuluh kolom secara horizontal atau vertikal. Kemudian siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kedua. Cara ini akan mengajak siswa untuk memahami kelipatan 2. Lalu guru memberi siswa tabel “seratus” lagi dan siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kelipatan 3 dan seterusnya. Setiap lembar akan memberikan gambaran grafis yang berlainan dan berwarna-warni dari sebuah perkalian dan ini memudahkan siswa untuk mengingat fakta-fakta dalam perkalian.
d. Perkalian secara kinestetik
Siswa-siswa yang kecenderungannya dalam jenis kecerdasan kinestetik ini biasanya belajar dengan cara menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Cara terbaik memotivasi mereka adalah melalui seni peran, gerakan kreatif, dan semua jenis kegiatan yang melibatkan fisik. Ketika belajar perkalian, siswa diminta untuk berjalan lurus sambil menghitung dengan suara keras setiap melangkah, “1, 2, 3, 4, 5, 6.” Lalu katakan, “Baik, sekarang kita akan menepuk tangan setiap angka kedua: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10….” Cara ini bisa diikuti dengan menepuk tangan setiap angka ketiga dan seterusnya. Mungkin saja, siswa tidak hanya puas untuk bertepuk tangan, kemungkinan lain adalah siswa meloncat, lompat tali, merangkak, atau melakukan salto. Dengan cara ini, siswa akan mulai menginternalisasi konsep perkalian dalam diri mereka dengan mudah dan merasa senang.
e. Perkalian secara musikal
Siswa dengan kecerdasan musikal biasanya belajar melalui irama dan melodi. Mereka bisa mempelajari apa pun dengan lebih mudah, jika hal itu dinyanyikan atau diberi ketukan. Seorang guru dapat memilih sebuah lagu yang berirama alami dan teratur. Lagu rakyat sederhana atau lagu lain yang disukai siswa-siswa biasanya sangat efektif. Kemudian siswa diminta menyanyikan tabel perkalian sesuai irama lagu (“2 kali 2 sama dengan 4, 2 kali 3 sama dengan 6, 2 kali 4 sama dengan 8, dan seterusnya”).
f. Perkalian secara interpersonal
Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah dengan berhubungan dan bekerja sama. Dalam belajar perkalian, pertama-tama guru mengajari konsep dasar perkalian melalui berbagai cara seperti di atas, kemudian siswa diminta untuk mengajarkannya kepada teman yang lain. Beri siswa beberapa gambar dan usulkan supaya siswa menyelenggarakan kompetisi gambar kelompok di setiap kelompok mereka. Buat permainan papan dari map karton dan gambarkan sebuah jalan berliku dengan spidol dan tuliskan problem tabel perkalian (misalnya, 3 x 5 = ?) di atas kotak-kotak terpisah.
g. Perkalian secara intrapersonal
Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan jenis ini paling efektif belajar ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan, dan menentukan kemajuan mereka sendiri melalui proyek apa pun yang mereka minati. Siswa-siswa ini memotivasi diri sendiri. Beri mereka kesempatan untuk belajar sendiri, dengan kecepatan yang mereka tentukan sendiri, dan melakukan proyek serta permainan individu. Dalam belajar perkalian, guru membiarkan siswa untuk bekerja sendiri dalam memecahkan sebuah problem kelompok. Berilah siswa kunci jawaban untuk memeriksa jawabannya, buku latihan beserta jawabannya, atau program komputer untuk mempelajari tabel perkalian sendiri. Berilah siswa kesempatan untuk bekerja sesuai dengan kecepatannya sendiri, biarkan ia memeriksa jawabannya ketika memerlukannya, dengan demikian ia bisa langsung memperoleh masukan mengenai kemajuannya dalam memahami perkalian.
h. Perkalian secara naturalis
Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan naturalis akan menjadi semangat dalam belajar ketika terlibat dalam pengalaman di alam terbuka. Untuk mempelajari perkalian, guru dapat meminta siswa untuk mengamati kelipatan yang ada di alam, dari kuncup setangkai bunga, sampai ulir sebutir buah semara atau cangkang kerang. Siswa dapat menggunakan benda-benda alami ini sebagai objek problem perkalian (misalnya, jika tangkai bunga ini mempunyai lima kuncup dan pada setiap kuncup ada tiga helai kelopak, berapakah kelopak yang ada?).
Contoh penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences sebagaimana yang di atas, jika benar-benar dapat diterapkan dalam suasana belajar siswa, maka tidak akan dijumpai hambatan yang berarti bagi siswa selama belajar atau bagi guru selama mengajar. Setiap siswa merasa senang ketika belajar perkalian dan tentunya siswa akan terus minat untuk mempelajari hal-hal yang lebih tinggi, yang belum mereka kuasai.
Berdasarkan wawancara dengan guru, pengelolaan di kelas IV sudah baik. Itu ditandai dengan strategi yang digunakan guru sudah bervariatif. Guru juga memiliki karakter yang tegas dan disiplin sehingga dapat membantu membentuk kepribadian peserta didik yang bertanggung jawab. Pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademik dan sosial(Winzer).
Dengan demikian guru harus mengetahui karakter peserta didik sehingga dapat mengatur situasi dan kondisi dalam kelas yang dapat membuat pembelajaran berjalan lancar. Dalam hal ini, guru melibatkan anak untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk mengekspresikan perasaan dan mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
- Guru harus mampu mengetahui dan memahami berbagai macam karakter peserta didik.
- Guru harus selalu siap dengan situasi dan kondisi yang tidak bisa ditebak
- Minat belajar siswa terhadap matapelajaran matematika sangat tinggi
- Kecerdasan yang dominan di kelas tersebut adalah Logis-Matematis
B. Saran
1. Sekolah :
- Menambah kursi dan meja sehingga anak dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan nyaman
2. Guru :
- Membuat daftar tempat duduk sehingga jika ada orang baru yang masuk kelas tersebut, dapat langsung mengetahui nama peserta didik
- Memanfaatkan kecerdasan dominan masing-masing anak untuk belajar, caranya:
a. Menggunakan tes multiple intelligences
b. Pangamatan terhadap gaya belajar yang disukai anak
c. Menjalin komunikasi dengan orangtua murid sehingga guru mengetahui kebiasaan dan hal yang disukai peserta didik di rumah
- Menggunakan media yang menarik sehingga anak tidak ramai sendiri ataupun mengganggu teman lain
- Lebih memahami berbagai karakter peserta didik
- Lebih menjalin komunikasi dengan orang tua peserta didik, sehingga guru dapat lebih mengetahui karakter peserta didik di rumah
3. Siswa :
- Lebih memperhatikan guru saat guru menjelaskan materi pelajaran
- Tidak mengganggu teman lain saat pelajaran
4. Peneliti :
- Untuk penelitian selanjutnya, harus lebih memahami materi penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono, 1999 “Belajar dan Pembelajaran”, Cetakan Pertama, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta
www.wikipedia.org diunduh tanggal 26 November 2011 jam 12:14
http://masthoni.wordpress.com/2010/01/27/perkalian-berbasis-multiple-intelligences/ diunduh tanggal 24 November 2011 jam 16:18
LAMPIRAN
0 comments on "Psikologi"
Post a Comment