Tuesday, December 4, 2012

Cerpen "Bermain di Kebun Karet"

Posted by wahyu cahyani at 9:13 AM
                               
“Waaaahhhh… tanganku terkena getah karet!”, kata Tania kepadaku. Sambil membawa tas, aku mendekatinya, “Ahe, bah…?”, sahutku. Tania tak menjawab, ia hanya menunduk dan memegangi tangannya yang terkena getah karet. “Cuci tangan saja sana!”, suruhku. Lalu Tania beranjak dari tempatnya dan menuju ke kamar mandi. “Kak Bujaaaaang!”, terdengar suara dari arah kamar mandi. Lalu aku menuju ke sana, “Aooookkk, baaaah… Apa lagi?”. Ternyata Tania takut sendiri, jadi aku disuruh untuk menemaninya. “Hehe…Dasar, anak pemberani”, kataku.
Tania berasal dari Jakarta. Ia mengikuti kegiatan live in di daerahku Sintang, Kalimantan Barat. Pagi ini ia ikut mengambil getah karet di kebun sebelah rumahku. “Sudaaah Kak Bujang…hehehe..”, katanya setelah mencuci tangan. “Iya… ayo makan  dulu.. Bapak dan emak sudah menunggu di dalam”, seruku sembari masuk rumah.”Aok bah”, katanya. “Wah, sudah pandai benar pakai bahasa Dayak”, kata emak tiba-tiba. Tania terkejut, “Haa… emak. Aku kan belajar dari kak Bujang, hehee”. Emak sudah mempersiapkan masakan sejak tadi pagi. Hari ini emak membuat bubur pedas, ikan goring, dan sambal. “Hmm…sedapnya”, aroma masakan emak kian menyengat hidungku. Lalu aku segera mengajak Tania untuk makan, “Tania, ayooo sini makan dulu”. “Oke kak…”, serunya.
Tania memang baru pertama kali ke Kalimantan. Jadi ia sangat antusias untuk mengikuti kegiatan ini. “Kak, emak, bapak, Tania sudah siap”. Bapak merapikan koran yang ia baca, “Ya… baik. Sekarang nak Tania memimpin doa makan ya”. Tania pun memimpin doa makan. “Nah, ini namanya bubur pedas”, kata emak. Tania merasa heran dan bertanya-tanya, “Bubur pedas??? Tania pikir ada bubur dan sambal pedasnya”. Emak lalu menjelaskan pada Tania, “ Ini daun pakis, lalu dimasak dan dicampur dengan beras. Enak lo.. ayo dicoba dulu”. Tania mengambil piring lalu mulai menikmati makanan yang dimasak oleh Emak, “Hm… nyam nyam… enak mak, ikan gorengnya juga enak.. semuanya enak!”
Setelah kenyang, aku keluar rumah dan kembali ke kebun karet. “Kak Bujang, mau kemana?”, tanya Tania. “Aku mau melihat getah karet tadi. Mau ikut kah?”, tanyaku padanya. “Oh, ya. Nanti Tania susul ya kak. Sekarang Tania mau bantu emak cuci piring”, katanya. “Okee”, jawabku. Aku melihat pohon karet satu per satu. Getah itu akan dikumpulkan lalu dijual. Tiba-tiba ada Rani, temanku, “Bujaaaang, ayo ajak Tania mengambil getah karet di ladangku!. “Ayoooo…. Siapa takut?”, sahutku. Tania lalu keluar dan mendekati Rani, “Kak Rani juga punya kebun karet ya”. Kemudian aku dan Tania menuju ke kebun karet milik Rani. Sesampainya di sana, Rani sudah menyiapkan tempat untuk menampung getah karet itu. Kami bersama-sama mengambil getah karet di setiap pohon untuk dikumpulkan menjadi satu. “Asyiiiiik….”, seru Tania. Aku dan Rani heran. “Kamu kenapa, Tania? Sepertinya senang sekali? Hehe..”, kataku. “Iya kak Bujang, di Jakarta aku tidak bisa bermain-main di kebun. Sebelah rumahku sudah menjadi gedung-gedung bertingkat. Tidak ada lagi kebun buat bermain”, katanya dengan perasaan sedih. “Sudahlah, ayooo ambil lagi penampung getah karetnya!”, kata Rani berusaha untuk menghiburnya. “Aok kak, hehee”, jawabnya. Setelah itu kami menjual getah karet. “Saat ini harga pasaran getah karet sedang menguntungkan”, kata Rani. “Waaah, begitu ya.. Senangnya…”, sahut Tania. Aku juga sudah menjual getah karet yang sudah aku kumpulkan. “Aku ingin beli handphone dari hasil penjualan getah karet nih”, kataku tiba-tiba. “Ayo kak, aku antar”, sahut Tania.
Dengan membawa sejumlah uang yang cukup banyak di dalam tas jeraminya, aku berangkat dari kampung menuju kota terdekat untuk membeli handphone di toko handphone terbesar di kota itu. Aku berkata, “Tolong Pak, saya mau beli handphone”. Penjaga toko melayani dengan ramah, ”Ehm, ingin handphone yang seperti apa? Merk apa dan tipe berapa?”, sahut penjaga toko dengan raut muka bingung.
Aku pun bingung mau menjawab apa, karena aku tidak mengerti mengenai tipe dan macam handphone. Namun akhirnya dengan yakin aku menjawab, “Saya mau membeli handphone yang paling mahal”. Dengan enggan dan masih tidak percaya penjaga toko mengambilkan handphone yang diminta dan menyebutkan sejumlah harga. Tanpa ragu aku pun membayarnya. Penjaga toko berkata, “Handphone ini belum bisa dipakai bila belum ada pulsanya”, terang penjaga toko dengan senyum ramah. ”Oh, yasudah berikanlah pulsa”, jawabku dengan bangganya. “Mau pulsa yang berapa?”, sahut penjaga toko. Kali ini tanpa ragu aku langsung menjawab, “Saya beli pulsa yang paling mahal saja”. Dengan senyum yang makin mengembang penjaga toko memberikan pulsa dengan pecahan paling besar.
Beberapa saat kemudian penjaga toko bertanya, “Oh iya, memang di daerah Anda ada sinyal?” Setelah berpikir beberapa saat, aku menjawab “Sepertinya tidak ada”, karena memang aku belum pernah mendengar nama tersebut. “Oh, berarti handphonenya tidak bisa digunakan karena tidak ada sinyal”, terang penjaga toko dengan raut muka kasihan. Kemudian dengan yakin dan lantang aku berkata “Ya sudah, saya juga beli sinyal yang paling mahal”.
Tania yang mendengar pembicaraan itu tertawa. Namun, hal itu menunjukkan bahwa ternyata orang Dayak memiliki sikap ramah dan dapat menjalin relasi dengan baik. “Bujang…Bujang, kalau tidak ada sinyal berarti tidak bisa digunakan”, kata Tania. Aku lalu berkata, “Wah.. begitu ya..hehehe.. ya sudahlah.. ayoo kembali ke rumah saja”. Penjaga toko itu dengan ramah berkata,” Kalau ingin menghubungi saudara lain, ke sini saja. Di daerah ini sudah ada sinyal kok”. Aku menjawab, “Wah… iya, Pak. Terima kasih banyak yaa..”
Akhirnya kami berdua kembali ke rumah. Tania harus bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. “Kak Bujang, terima kasih ya sudah menemani Tania bermain di kebun karet. Tania bisa tahu caranya untuk mengambil getah karet. Kak, Tania mau kembali ke Jakarta”. Sebenarnya sedih juga melihat Tania akan meninggalkan Sintang, “Pohon karet yang sudah kamu gores akan terus mengalirkan getah karet. Nanti kapan-kapan main ke sini lagi ya, kita bermain di kebun karet lagi, hehe..”
Emak dan bapak memberikan beberapa oleh-oleh untuk Tania,
“Nak Tania ini ada sedikit buah tangan dari emak dan bapak. Salam ya untuk keluarga di Jakarta”, kata Emak.
“Terima kasih ya, Mak”, kata Tania. “Bapak berikan biji karet ini ya. Kalau bisa coba ditanam di sana”, lanjut bapak. Tania tersenyum, “Waah… makasih ya, Pak. Tania akan coba tanam di sana.” Tania akan membawa pengalamannya di kebun karet hingga ke Jakarta. “Hati-hati ya, Tania. Jangan lupakan kebun karet dan juga Sintang”, kataku. “Tentu kak Bujang”, jawabnya.




0 comments on " Cerpen "Bermain di Kebun Karet" "

Post a Comment

 

keep smile n full spirit ^ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting